Sukacita Orang Yang Berpengharapan

Oleh : Sri Dewi Situmorang
Pernahkah kita berada dalam suatu kondisi sedang sangat berharap atas sesuatu dan kita melihat bahwa apa yang kita harapkan juga sama seperti apa yang diharapkan orang lain?

Mungkin saja tentang pekerjaan, teman hidup atau keturunan dan kesehatan. Apakah ada yang berbeda dari cara kita dalam menantikan apa yang kita harapkan itu atau mungkin saja sama dengan cara orang pada umumnya.  Suatu waktu saya dan teman dekat saya sedang menantikan jawaban atas doa kami untuk lokasi penempatan kerja. Teman tersebut berdoa agar dia ditempatkan di homebase (kota asal). Saya melihat bagaimana dia sangat bersemangat dalam menantikannya dan saya tersenyum melihat sikapnya karena menurut saya dia benar-benar mengimani apa yang dia harapkan akan terjadi dalam hidupnya. Namun, ketika kami bertemu beberapa teman lain yang juga sedang menunggu hasil pengumuman penempatan, teman lain tersebut menertawakannya, seolah mereka tidak percaya akan sikap iman teman saya itu. Dan tahukah Saudara-saudara apa yang terjadi? Tuhan menjawab ya atas apa yang dia harapkan dan saya melihat betapa dia sangat bersukacita karena apa yang dia harapkan dengan iman tersebut telah dijawab oleh Tuhan. Dia menantikannya dengan iman yang berpengharapan pada Tuhan dan menantikannya dengan sukacita seolah-olah dia setiap hari telah menerima jawaban atas doanya.

Setiap orang beranjak dari berbagai kondisi yang berbeda, yang kita harapkan juga mungkin berbeda dan apakah dalam hal ini kita juga memberikan sikap atau respon yang berbeda?

Apa yang membedakan pengharapan kita dengan kebanyakan orang lainnya?

Kita sama-sama merasakan dampak pandemi yang tidak kunjung berakhir dan kita juga diperhadapkan dengan berbagai pergumulan hidup yang tidak kunjung habisnya. Bencana alam menghantui kita di akhir tahun 2021 dan kondisi ekonomi sosial yang semakin sulit juga terus membayangi wajah dunia sebagaimana kita saksikan melalui media saat ini. Kita dapat menyaksikan bagaimana aksi kejahatan seolah tidak pernah berhenti diberitakan bahkan seolah dunia semakin jahat dan kejam, tidak ada lagi rasa takut terhadap hukum. Tidak sedikit, diantara mereka telah kehilangan pengharapan akan masa depan, mereka tidak lagi memandang optimis bahwa masa sulit itu dapat dilalui dan jalan terbaik adalah melakukan tindakan-tindakan yang sebenarnya sangat bertentangan dengan kebenaran hidup orang percaya. Dalam kondisi tersebut, namun masih banyak juga orang yang berpengharapan akan hari depan yang lebih baik. Pengharapan adalah penantian kita atas apa yang akan terjadi di masa depan. Pengharapan adalah hal terbaik yang kita barengi dengan iman dan dapat kita miliki saat kondisi baik maupun buruk. Kita percaya bahwa Allah adalah Allah yang berdaulat atas hidup kita, baik dalam kondisi sulit ataupun kondisi yang baik-baik saja.

Dalam kitab

Yeremia 29:11 difirmankan “sebab aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada padaKu mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan , untuk memberikan padamu hari depan yang penuh harapan”.

Bagaimana kesukaran hidup dan penderitaan disertai masa-masa penantian kita jadikan sebagai latihan iman karena kita percaya bahwa Tuhan menyediakan rancangan damai sejahtera bukan rancangan kecelakaan bagi kita orang yang telah percaya pada Nya.  Tuhan tidak menjadi kecil saat masalah kita besar dan Tuhan tidak menjadi lebih besar saat masalah kita kecil. Bagaimana Tuhan adalah pencipta, arsitek atas hidup kita maka kita juga percaya bahwa dia juga arsitek yang mampu mendesain indah hidup kita yang terlihat begitu rumit.

Ekspresi iman apa yang kita tunjukkan saat sedang bergumul, berkeluh kesah, wajah tidak bergairah, menjadi sulit berbagi, lebih tertutup, mencemari diri dengan dosa?

Sebagai orang percaya kita telah diajarkan bagaimana kita untuk tetap memiliki pengharapan di dalam sumber yang benar yaitu Yesus Kristus dan bukan yang lain. Dalam Kristus kita mengimani bahwa apa yang kita harapkan akan terjadi.

Pengharapan orang percaya bukanlah pengharapan yang “jika terjadi syukur dan jika terjadi tidaklah masalah”. Saat kita sedang menaruh pengharapan kita pada Tuhan yang berdaulat maka kita menantikannya dengan sikap yang benar, tidak dengan sikap iman yang pasif. Sikap iman yang benar dimana kita tetap menantikannya dengan bersukacita dan bertekun.

Sebagaimana difirmankan dalam Roma 12:12 “bersukacitalah dalam pengharapan , sabarlah dalam kesesakan dan bertekunlah dalam doa”. Firman ini mengingatkan kita kembali bahwa bersukacita bukanlah hal yang mustahil bagi orang yang berpengharapan, namun justru karena pengharapan kita  telah kita taruhkan pada dasar yang benar yaitu Tuhan Yesus Kristus sang pemilik kehidupan maka kita dapat bersukacita. Untuk selalu berpengharapan, bukanlah suatu sikap yang muncul secara tiba-tiba namun diperlukan ketekunan untuk selalu bersandar pada Tuhan. Karena kita memiliki pengharapan yang benar di dalam Tuhan, inilah yang menjadi kekuatan kita untuk tetap mengerjakan tugas panggilan kita selama masih diberikan waktu di dunia. Tidak sedikit orang yang mengambil sikap yang salah saat sedang menantikan jawaban atas doanya karena kita tidak menaruh pengharapan kita tertuju pada Tuhan namun pada objek atau subjek lain.  Apakah dalam masa sulit, kita bisa memberikan teladan hidup bagi orang lain. Dengan iman, pengharapan kita menjadi nyata. Dalam iman kita hidup dengan pengharapan karena kasih Tuhan.

Selama 7 (tujuh) tahun kami Tuhan tempatkan berada di kota ini yaitu kota Pekanbaru. Kami menyadari bahwa dimanapun berada, sebagai orang percaya Tuhan memanggil untuk memberitakan kembali kasih itu kepada orang lain. Setiap kita orang yang percaya, dipanggil untuk menyaksikan Tuhan Yesus Kristus yang telah mati untuk menebus kita sehingga kita beroleh hidup yang kekal. Oleh karena itulah kami juga rindu dan mau terlibat untuk ambil bagian dalam mengerjakan panggilan Tuhan untuk menjadi saksi bagi Dia baik di tengah keluarga inti maupun di luar lingkup keluarga inti dengan ambil bagian di gereja sebagai seksi Pekabaran injil yang hal ini dikerjakan oleh Suami saya sebagai kepala keluarga. Ambil bagian dalam pelayanan di gereja juga bukanlah hal yang mudah karena tidak jarang semangat untuk memberitakan injil itu terhalang oleh hal-hal yang sudah menjadi tradisi di tempat kita melayani. Namun, dengan mengingat bahwa justru dalam perbedaan maupun kesulitan yang kita alami kita semakin bergantung pada Tuhan maka kita tidak akan menyerah untuk tetap ambil bagian melayani Tuhan melalui gereja. Demikian juga sebagai pekerja di lingkungan yang berasal dari berbagai suku agama, hal ini tetap adalah sebuah kesempatan yang Tuhan berikan bagi kita untuk menyatakan kasih Tuhan dalam pekerjaan kita. Ada saat-saat hal yang terjadi bertentangan dengan hati nurani kita karena menyangkut kebenaran dan harus kita sampaikan sekalipun hal tersebut tentu membuat orang-orang tertentu tidak menyukai kita bahkan mempengaruhi posisi kita dalam pekerjaan namun dengan mengingat kembali bahwa dasar kita untuk bertahan adalah Tuhan yang telah memberikan kekuatan dan teladan bagi kita untuk tetap bertahan di dunia yang banyak menghalalkan praktik-praktik yang tidak benar. Sering kali, dalam lingkungan kerja kita menemukan “membudayakan yang salah dan melupakan yang benar”. Jika kita memikirkannya kembali, semua ini hanya sementara. Sebagai orang yang percaya yang memiliki pengharapan dalam Kristus, kita juga percaya bahwa kelak semuanya akan kita pertanggungjawabkan sehingga sangatlah sia-sia jika kita menjadi bagian dari aksi-aksi yang bertentangan dengan kebenaran.

 

Oleh iman kita hidup berpengharapan dalam kasih Tuhan, kiranya itulah yang menjadi  kekuatan kita menghadapi tantangan di dunia ini.
Sri Dewi Situmorang