
Suatu Saat Kakak Akan Kembali Kepada Yesus
“Suatu saat kakak akan kembali kepada Yesus…”
Kalimat di atas saya ucapkan pada tahun 2012 kepada seorang perempuan yang mungkin jika kamu mengetahui kisah hidupnya maka kamu akan terdiam, tebuntang dan juga terpukau bagaimana karya Tuhan yang begitu besar berlangsung dalam hidupnya. Namun, demikian juga kita semua anak Tuhan yang mengasihiNya pasti mengalami bentukan dan penyertaan Tuhan yang ajaib dalam setiap langkah kita. Sebelum saya menceritakan lebih lanjut latar belakang dan lanjutan kisah di atas, saya akan menjabarkan bagaimana saya memilih ladang pelayanan saya di isu HIV dan Narkoba.
HIV dan Narkoba
Isu HIV dan penyalahgunaan narkoba bukanlah hal baru bagi sebagian dari kita. Tetapi, banyak dari kita yang mungkin tidak memahami atau bahkan masih memiliki stigma atau pemikiran yang keliru terkait isu tersebut. HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yakni virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia (yang kita kenal seperti sel darah putih yang berfungsi melindungi tubuh dari kuman). Sebagai sebuah virus, maka ketika memasuki tubuh seseorang – biasanya melalui kontak darah dengan yang terinfeksi – si virus tersebut perlahan-lahan namun pasti akan menghancurkan pertahanan tubuh sehingga kuman – kuman penyebab penyakit lainnya dapat dengan mudah masuk dan menyebabkan penyakit penyerta lainnya. Jika dibiarkan lebih lanjut tanpa terapi ARV, maka kemungkinan individu yang terinfeksi dapat masuk ke fase AIDS. AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome yakni kumpulan gejala penyakit yang diperoleh karena runtuhnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV (Katz et al., 2019; Maina et al., 2014; Samosir et al., 2018).
Di isu yang berbeda namun berkaitan, penyalahgunaan narkoba tampaknya seperti sebuah isu yang sudah lumrah menjadi bahan berita hampir setiap hari di media. Namun, bagaimana tindakan pencegahan yang efektif terhadap penyalahgunaan narkoba dalam keluarga sebagai fondasi dasar merupakan ‘PR’ besar bagi kita bersama. Saya sangat ingin “mengoyak jubah” saya ketika di lapangan menyaksikan bagaimana korban kecanduan narkoba beserta keluarganya terdampak dan mengalami kepedihan, luka dan kepahitan yang berkepanjangan. Terlebih lagi, fakta yang memilukan adalah Sumatera Utara menjadi provinsi dengan masalah narkoba terbesar di Indonesia (Antaranews.com, 2021).
Saya sudah menjalani karya sosial di isu ini sejak 2010. Adalah rahmat Tuhan dan hati yang terbeban oleh karena kasihNya saya tetap konsisten dalam karya ini karena saya percaya ini lah panggilan saya. Sebagai lulusan Psikologi USU dan magister Kesehatan Masyarakat, saya terus belajar mengenali diri saya. Sehingga saya sadar dan tegas akan pilihan karir yang saya pilih sejalan dengan panggilanNya. Membantu mereka orang yang terinfeksi HIV (ODHIV) dan orang dengan gangguan penggunaan zat (ODGPZ atau dikenal dengan istilah Pecandu), tidak hanya berinteraksi dengan mereka namun juga keluarga dan lingkungan mereka. Bekerja di isu ini sangat menguras emosi. Kita butuh ketahanan mental yang kuat karena tingkat stres yang tinggi dan menguji kesabaran dan pemahaman akan penyakit, kemanusiaan, dan interaksi sosial serta hal-hal terkait lainnya yang ternyata memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi. Itulah sebabnya di isu ini karya lintas disiplin sangat diperlukan terutama mereka yang berasal dari latar belakang kesehatan, psikologi, kesejahteraan sosial, ekonomi, hukum dan keperawatan. Namun, kita sangat masih membutuhkan sukarelawan yang berasal dari berbagai latar belakang untuk berkarya bersama kita. Sebagai putra-putri Allah, saya ingin kita menularkan kepedulian dan kasihNya melalui platform yang ada di bagian kita masing-masing.
Saya ingat di akhir Desember 2009 saya melakukan ibadah misa dan berdoa kepada Tuhan untuk memberikan saya sebuah pekerjaan yang lebih sesuai dengan minat dan sejalan kehendakNya. Saya percaya bukanlah sebuah kebetulan ketika keluar dari gereja saya melihat papan pengumuman dimana sebuah lembaga sosial sedang mencari tenaga penjangkau lapangan untuk isu HIV dan Narkoba. Detik itu juga saya mengimani bahwa itu adalah bagian saya. Proses menyiapkan dan mengirimkan berkas hingga interview sangat lancar. Saat interview bahkan saya dengan polos menanyakan kapan saya mulai bekerja. Tiga orang pewawancara terkejut dengan keyakinan saya. Saya tegaskan kepada mereka bahwa saya sangat meyakini bahwa ini adalah bagian saya. Satu diantara mereka tersenyum. Dua hari kemudian saya dipanggil karena dinyatakan lulus dan diterima sebagai tenaga kerja di lembaga itu. Tuhan membuktikan penyertaanNya! Demikianlah pintu karya kasih dan sosial terbuka lebar dan ratusan kisah kehidupan problematika masyarakat menjadi pembelajaran yang berharga.
Dari kisah-kisah yang saya dampingi, saya merefleksikan kaitan satu kasus dengan lainnya, bahwa
ketika seorang manusia menjauh dari rahmat dan kasihNya maka itu dapat menjadi akar dari semua kejatuhan dan masalah yang bertubi-tubi menyerang. Nyata…, manusia tidak akan pernah menang dan merdeka seutuhnya ketika menghadapinya sendirian. Kita butuh Tuhan Yesus!
Ayat yang menjadi pegangan saya dalam karya kasih ini adalah Kolose 3:23. Di samping itu, ayat yang menjadi landasan saya dalam melihat ke depan adalah Roma 8:28. Sejalan dengan pertumbuhan rohani, saya terus merefleksikan tindakan saya dalam pekerjaan ini. Banyak tokoh yang menjadi inspirasi dalam karya menolong kaum papa seperti Bunda Teresa misalnya. Dia menjadi saluran berkat bagi kaum yang ‘terbuang’. Kutipan ucapannya adalah sebagai berikut
“Jangan biarkan setiap orang yang datang pada anda, pergi tanpa merasa lebih baik dan lebih bahagia. Jadilah ungkapan hidup dari kebaikan Tuhan. Kebaikan dalam wajah anda, kebaikan dalam mata anda, kebaikan dalam senyum anda.” (Merdeka.com, 2020).
Tentu saja apa yang beliau nyatakan merupakan perwujudan nyata dari imannya kepada Kristus sang juruselamat karena hanya Sang Pemilik Kasih Sejati lah yang dapat memberikan benih kebaikan itu kepada kita.
Jangan Ada Air Mata
Dari antara semua kisah kehidupan yang saya pelajari selama 11 tahun terakhir dalam isu HIV dan Narkoba ini ada satu kisah yang sangat menyentuh bagi saya. Alkisah seorang perempuan di usia dewasa awalnya mengalami kekerasan psikis dan fisik dari suaminya sebelum suaminya meninggal karena sakit. Dua anaknya yang dilahirkan dari kandungannya pun akhirnya harus mengikut jejak ayahnya meninggal dunia di usia yang belum setahun karena sakit. Dengan kondisi seorang diri, ia terpaksa meninggalkan kampung halamannya dan tinggal di Medan dengan kepahitan dan kedukaan yang dialaminya. Secara religi, dia seorang Kristen. Namun kemudian memutuskan pindah keyakinan ke agama yang lain dengan alasan yang tidak dia ceritakan kepada saya. Saya sangat terkejut saat itu dengan keputusannya. Saya merasa cukup dekat dengannya dan dia juga sangat sering berbagi pikir dan rasa kepada saya sebagai teman dan “konselor”. Bagaimanapun juga, saya menghormati pilihannya karena saya tahu kasih karunia akan menaungi setiap orang yang Dia pilih. Satu pertanyaan yang saya tanyakan kepadanya: “Kak, bagaimana kakak saat ini memandang Yesus?”. Dia hanya terdiam dan matanya melihat ke arah lantai. Dalam keheningan yang ada saya hanya mengakhiri dialog kami dengan doa dan ucapan kepadanya: “Kak, suatu saat kakak akan kembali kepada Yesus.” Saya hanya teringat akan kisah anak bungsu yang hilang. Setelah hari itu, saya bersikap tetap dengan penuh kasih dan hormat sambil terus berdoa akan jamahan Kristus dalam hidupnya. Kami tetap berkolaborasi dalam karya kami di isu sosial ini. Kami bahkan tetap mengunjungi sekolah, komunitas bahkan gereja dimana teman saya ini mengenakan jubah keagamaan yang dia anut. Tidak ada kecanggungan karena kami bergerak atas dasar kemanusiaan. Saya sebagai pengikut Yesus tentunya dilandasi akan compassion atau welas asih yang Tuhan lebih dulu tunjukkan dengan darahNya di kayu salib. Saya sangat tidak layak dan hanya ingin bergerak “meniru” welas asih paling agung yang pernah ada dengan menyampaikan pesan-pesan kesehatan dan kebaikan. Memang ada dan sering Tuhan buka kesempatan saya berbagi Injil secara langsung.
Singkat kisah, waktu berlalu selama 5 tahun, Tuhan akhirnya menjawab doa saya. Beliau akhirnya memutuskan untuk kembali kepada kasih Kristus yang sejati. Di bulan Desember tahun itu dia sangat bahagia dengan iman sejatinya dan air mata saya pun jatuh ketika melihat dia mendapat hadiah kemenangan di natal pertamanya di tahun itu setelah sekian lama berkelana dalam kegelapan. Hingga tahun 2022 yang indah ini, saya masih menyaksikan betapa kasih Tuhan mengubah banyak hal dalam hidupnya dan dia terus menjadi berkat dalam karyanya. (Barusan saya teks WA dia saat mengetik tulisan ini pukul 23:11 WIB. Salah satu teks balasannya beliau adalah “tetap bersyukur”).
Kasih Tanpa Syarat

Pada suatu kali berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus, katanya: “Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” Jawab Yesus kepadanya: “Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di sana?” Jawab orang itu: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.“ Kata Yesus kepadanya: “Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup.” Lukas 10:25-28
“Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.” — Ulangan 6:5
“Janganlah engkau menuntut balas, dan janganlah menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri; Akulah TUHAN.” — Imamat 19:18
Kisah Orang Samaria yang murah hati adalah sebuah perumpamaan yang disampaikan Tuhan Yesus kepada murid-muridnya di dalam Lukas 10 : 25-37. Yesus mengisahkan cerita Orang Samaria yang murah hati kepada seorang ahli taurat yang menanyakan kepadanya, apa yang harus diperbuatnya untuk mendapatkan hidup kekal.
10:30 Jawab Yesus: “Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati. 10:31 Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan. 10:32 Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan. 10:33 Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. 10:34 Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya. 10:35 Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali. 10:36 Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?” 10:37 Jawab orang itu: “Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.” Kata Yesus kepadanya: “Pergilah, dan perbuatlah demikian!”
Kisah yang diceritakan di atas menggambarkan cinta kasih yang tidak bersyarat, bahkan cinta kasih kepada orang yang membenci kita sekalipun. Terlebih lagi di masa yang modern ini, bagaimana menerapkan cinta kasih kepada mereka yang ‘terbuang’ , dianggap sampah masyarakat, dan ‘dihina diusir dijauhi’ karena sebuah virus yang dikaitkan dengan status pendosa atau pun kondisi ‘najis’ lainnya. Ingat apa pesan Kristus dalam firmanNya:
“Segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang saudara-Ku yang paling hina ini, kamu lakukan untuk Aku” (Mat 25:40).
Disertai hingga Akhir Zaman
Saudaraku dalam Kristus, banyak kisah lainnya yang tidak dapat saya sampaikan dalam tulisan ini. Kisah dimana saya dapat melayani dan dilayani Kristus melalui perjumpaan saya dengan korban kecanduan narkoba, pasangan pecandu, orang dengan HIV, pasangannya, pekerja seks, kelompok teman-teman lesbian, gay, transgender dan biseksual, warga binaan lapas, anak jalanan, dan kaum-kaum “terpinggirkan” lainnya. Saya belajar bahwa saya tidak berbeda jauh dengan mereka. Saya juga “terpinggirkan” dalam kepalsuan, kepahitan, kesendirian dan kemegahan diri yang mungkin orang lain tidak dapat ketahui. Ketika kita berani jujur di hadapan Tuhan dan berkata seperti apa kata Paulus “”Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya: ‘Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa.’ dan di antara mereka akulah yang paling berdosa.” 1 Timotius 1:15.
Semoga Tahun ini kita terus mau belajar menjadi saluran berkatNya dan siap dipakai lebih lagi dengan karunia kita masing-masing. Indonesia membutuhkan lebih banyak orang baik yang berusaha hidup benar dan BERGERAK.
Karena itu, nyatalah ya Tuhan penyertaanMu dalam hidup kami anak-anakMu yang masih berkelana di muka Bumi ini dengan segala perkara yang kami pikirkan. Berilah kami hati yang berduka ketika kami tidak memberitakan berita keselamatan yang daripadaMu. Biarlah hidup kami menjadi saluran rahmatMu. Bekerjalah Tuhan dalam hidup kami dan biarlah Bapa yang dimuliakan di Surga.
(19) Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, (20) dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” Matius 28:19-20.
Kita tidak perlu melakukan hal besar, hanya hal kecil dengan cinta yang besar. – Bunda Teresa
Kenali Tuhan, kenali diri, maka kamu dapat menyaksikan kekuatan cinta kasih Kristus mentransformasi hidupmu dan orang di sekitarmu. – Frans Judea Samosir
Referensi:
Antaranews.com. (2021, April 14). Sumut peringkat pertama penyalahgunaan narkotika – ANTARA News. https://www.antaranews.com/berita/2101450/sumut-peringkat-pertama-penyalahgunaan-narkotika
Katz, I. T., Bogart, L. M., Dietrich, J. J., Leslie, H. H., Iyer, H. S., Leone, D., Magidson, J. F., Earnshaw, V. A., Courtney, I., Tshabalala, G., Fitzmaurice, G. M., Orrell, C., Gray, G., & Bangsberg, D. R. (2019). Understanding the role of resilience resources, antiretroviral therapy initiation, and HIV-1 RNA suppression among people living with HIV in South Africa: a prospective cohort study. AIDS (London, England), 33, S71–S79. https://doi.org/10.1097/QAD.0000000000002175
Maina, G., Sutankayo, L., Chorney, R., & Caine, V. (2014). Living with and teaching about HIV: Engaging nursing students through body mapping. Nurse Education Today, 34(4), 643–647. https://doi.org/10.1016/j.nedt.2013.05.004
Merdeka.com. (2020). 25 Kata-kata Bijak Bunda Teresa Tentang Perdamaian yang Menyejukkan Hati | merdeka.com. https://www.merdeka.com/jateng/25-kata-kata-bijak-bunda-teresa-tentang-perdamaian-yang-menyejukkan-hati-kln.html
Samosir, F. J., Hansen, N., & Ringdahl, B. A. (2018). Process and Outcome Evaluation of lLiving with Xr: A Body Mapping Workshop in the Time of HIV and AIDS. Proceedings of the 2nd Public Health International Conference (PHICo 2017), 9(PHICo 2017), 177–185. https://doi.org/10.2991/phico-17.2018.18
Juni L. purba
Adekq Frans Judea Samosir 🤗
Terpujilah Tuhan atas karyaNya melalui hidup mu dekq.
Terima kasih ya atas kesaksian dan teladan hidup mu ini.
Sangat diteguhkan dan dikuatkan melalui Tulsa mu ini, sampai ga terasa, menitik air mata suka cita menikmati setiap kalimat di dalamnya.
Tetap lah setia!
Tuhan kita Yesus Kristus senantiasa menyertaimu dekq.
God loves you so much.