Prayers For Missionaries Really Matter (?)

Oleh : Mangara Sitorus SH

          Allah telah menempatkan doa di posisi penting dalam pemberitaan injil yang dilakukan para misionaris. Doa yang dinaikkan orang percaya menyatakan bahwa kita bergantung sepenuhnya kepada Dia. Hanya Allah yang dapat mengutus pekerja-Nya (Luk 10:2), hanya Allah yang dapat membuka hati orang untuk mendengar berita injil, memanggil orang untuk percaya dan menyelamatkan mereka yang percaya (1 Kor 12:3). Dengan berdoa maka memperjelas kepada semua orang yang ikut serta dalam pemberitaan injil bahwa kemenangan adalah milik Allah. Doa adalah alat yang ditentukan Allah untuk membawa rahmat-Nya kepada dunia dan membawa kemuliaan bagi diri-Nya sendiri. Karena tujuan akhir Allah disepanjang sejarah kehidupan adalah untuk menyatakan kemuliaan-Nya bagi orang-orang tebusannya dari segala suku, bahasa dan bangsa.

 Yesus mengajarkan kita berdoa: “Datanglah kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga” (Mat 6:10). Abraham berdoa bagi keturunan Ismael, dan Abraham berkata kepada Allah: “Ah sekiranya, Ismael diperkenankan hidup di hadapanMu!”(Kej. 17:18). Abraham juga berdoa bagi orang kafir, yaitu penduduk Sodom dan Gomora (Kej. 18) dan berdoa juga bagi Ishak dan keturunannya (Kej. 22:8; Ibr. 11:9). Musa berdoa agar Allah mengalihkan murka-Nya terhadap bangsa Israel. Daniel berdoa bagi pengembalian bangsa Israel dari Babel.

    Ingatlah doa yang disampaikan Musa ketika ia mengangkat tangannya di hadapan Allah, sementara Yosua dan tentara Israel berperang melawan orang Amalek (Kel 17:8-16). Setiap kali Musa menurunkan tangannya maka lebih kuatlah orang Amalek, dan setiap kali Musa mengangkat tangannya maka lebih kuatlah orang Israel. Dalam sejarah raja-raja Israel, mereka mengandalkan doa, puasa dan pujian sebagai senjata untuk melawan musuh yang menyerang Israel. Kemenangan dalam alam rohani merupakan hal yang sangat penting sebagai faktor pembawa kemenangan.

     Dalam Kisah Para Rasul, para rasul dan orang-orang percaya berdoa menantikan Tuhan bersama-sama (KPR 1:14). Ketika para rasul berkumpul untuk berdoa terjadilah banyak mujizat dan tanda-tanda ajaib serta Tuhan menambahkan jumlah orang yang percaya (KPR 2:42). Ketika para rasul dianiaya mereka berdoa bersama dengan jemaat sehingga mereka menjadi semakin berani memberitakan injil (KPR 4:23-31).

    Para rasul menetapkan prioritas mereka dalam doa dan pemberitaan injil (KPR 6:4). Dan lihat hasilnya: Firman Allah makin tersebar dan jumlah murid di Yerusalem makin bertambah banyak dan sejumlah besar imam menyerahkan diri untuk percaya (KPR 6:7). Petrus terlebih dahulu berdoa sebelum menghasilkan mujizat dan tanda-tanda ajaib seperti kebangkitan Tabita (KPR 9:40). Doa juga membuat Petrus terbuka memberitakan injil kepada orang-orang diluar Yahudi (KPR 10). Doa dan puasa yang dilakukan lima pemimpin jemaat Antiokhia telah menuntun pada pemilihan Paulus dan Barnabas untuk memberitakan injil kepada orang-orang bukan Yahudi (KPR 13:1-3). Melalui doa jugalah Paulus dicegah oleh Roh Kudus untuk memasuki daerah Bitinia tetapi diarahkan ke Makedonia (KPR 16:7-10). Melalui doa dan pujian kepada Allah yang dilakukan Paulus dan Silas di penjara maka terbentuklah jemaat di Filipi (KPR 16:25-26).

Kegerakan misi di Eropa bermula dari suatu gerakan doa yang sungguh-sungguh dilakukan oleh orang-orang Moravia. Salah seorang yang menulis tentang orang-orang Moravia mengatakan: “Gerakan doa syafaat dari orang-orang Moravia di Hernhut pada tahun 1727 menghasilkan penginjil-penginjil hebat selama dua abad terakhir”. Pertemuan doa yang yang dimulai orang-orang Moravia pada tahun 1727 berjalan terus selama 100 tahun secara berantai. Mereka menyampaikan doa yang tidak putus-putusnya bagi jemaat dan kebutuhan semua jemaat di dunia. Upaya doa ini tentu mengobarkan semangat dan hasrat mereka untuk memberitakan injil Kristus kepada orang-orang yang belum terjangkau. Robert Glover menyatakan peranan doa dalam sejarah misi dunia sebagai berikut:

“Dari sejak masa Pentakosta hingga masa kini, setiap terobosan baru dalam dunia misi merupakan hasil dari doa dan iman orang percaya. Setiap upaya pemberitaan injil yang dilakukan oleh orang-orang percaya merupakan benih yang ditanamkan roh ilahi”.

Kegerakan misi di China dan Korea bermula dari kelompok kecil orang-orang percaya yang memutuskan berdoa secara teratur bagi pencurahan Roh Kudus dan pada orang-orang yang belum terjangkau. J. Edwin Orr seorang sejarawan kebangunan rohani menyimpulkan bahwa

kebangunan rohani terjadi karena adanya peningkatan pertemuan-pertemuan doa yang tersebar di seluruh dunia.

Kebangunan rohani yang terjadi pada abad ke-19 menyadarkan semua lembaga misi yang ada, memampukan mereka untuk memasuki ladang-ladang lain, serta membawa orang-orang yang belum percaya kepada Kristus. Pada peralihan abad, kebangunan – kebangunan rohani mengirimkan utusan – utusan injil merintis ke Amerika Latin, Afrika, India dan China. Gelombang kedua dari kebangunan rohani menggerakkan lembaga-lembaga misi dan para utusan injil yang berasal dari luar negeri seperti William Carey untuk memberitakan Injil di India, Hudson Taylor memberitakan injil di China, David Livingstone ke daerah pedalaman Afrika.

Berdoa menaikkan permohonan sangat penting agar kemuliaan-Nya dinyatakan di seluruh bumi (Bil 14:21). Perlunya berdoa bagi terbukanya pintu untuk menjadikan bangsa-bangsa milik Allah atau khususnya suku-suku yang belum terjangkau menjadi milik pusaka kita (Mzm 2:8). 

 Karena satu-satunya hal yang dapat kita bawa dalam kekekalan sebagai warisan kita adalah orang percaya lain. Sukacita dan mahkota kita sama seperti yang dialami Paulus, berupa orang-orang lain yang datang kepada Kristus melalui doa dan pelayanan kita (1 Tes 2:19-20). Allah akan mencapai tujuan ini dengan menciptakan penyembah-penyembah yang benar dari setiap bahasa, dan segala suku dan bangsa (Why 5:9; 7:9).

Dalam sejarah misi, penuaian pemberitaan injil selalu dihubungkan dengan doa yang kuat dan gigih. Seorang utusan injil pernah berkata:

“Dengan doa yang sedikit saja dari orang-orang percaya, Tuhan sanggup melakukan banyak hal, apalagi jika semua orang percaya di dunia ini bersama-sama berdoa”.

Masalahnya ialah kebanyakan orang percaya tidak menyadari bahwa kita berada dalam suatu peperangan melawan penguasa kegelapan (Ef 6:12), sehingga merasa tidak membutuhkan doa sebagai senjata strategis. John Piper menyatakan demikian:

“Masalahnya ialah bahwa kebanyakan dari kita sebenarnya tidak menyadari bahwa hidup adalah perang, dan musuh kita yang tidak kelihatan justru mengagumkan”.

Bagaimana kita mengusahakan mereka untuk berdoa? Mereka akan berkata bahwa mereka mempercayai kebenaran-kebenaran ini, tetapi amatilah kehidupan mereka. Mereka santai-santai saja karena merasa tidak ada bom yang berjatuhan, tidak ada peluru yang mendesing diatas kepala, tidak ada ranjau yang perlu dihindari, tidak ada raungan di cakrawala. Jadi mengapa harus berdoa!

Itu sebabnya sebagai orang-orang yang sudah menerima penebusan di dalam Kristus Yesus, seharusnya kita bertanya kepada diri sendiri, bagaimana saya dapat terlibat mengambil bagian dalam misi dunia? Jika berdoa saja orang percaya tidak terbeban, bagaimana mungkin terbeban untuk mendukung dana dan menyerahkan nyawa sebagai seorang misionaris?.

Jangan hanya sekedar menjadikan Matius 28 sebagai slogan yang begitu mengagumkan yaitu menjadikan semua suku bangsa murid Kristus tetapi tidak melakukan apa-apa. Atau menjadikan tema pelayanan (gereja) yang mengagumkan yaitu Indonesia penuh kemuliaan Tuhan tetapi tidak melakukan apapun sehingga kegerakan misi pada akhirnya hanya menjadi angan-angan belaka.

Salam
Mangara Sitorus SH
(Penulis adalah Misionaris yang melayani suku-suku yang ada di suatu daerah)