Menjadi Teladan Dalam Keluarga

Oleh : Maria Peratenta Sembiring

       Keluarga adalah suatu institusi terkecil dalam sebuah komunitas dan gambaran miniatur kondisi suatu negara. Kita bisa membayangkan bila kehidupan keluarga berantakan secara moril  dan spiritual, kemungkinan besar tatanan kehidupan secara nyata di tempat tersebut juga akan kacau. Kita  bisa melihat kehidupan di kota Sodom dan Gomora, dimana kita mendapatkan kasus LGBT yang pertama di dunia ( Kejadian 18:20, kej 19: 4-9).
       Bila ingin mengubah suatu tatanan kehidupan moril, spriritual, karakter dan sikap dari suatu daerah/negara,  maka kita harus memulainya dari keluarga kita masing-masing. Jadilah agent – agent perubahan dalam keluarga. Menilik kisah Yosua, ketika berhadapan dengan bangsa Israel. Maka dengan teguh dan tegas, dia menngatakan bahwa dia dan keluarganya hanya menyembah Allah saja (Yosua 24:15).

       Untuk membuat satu keluarga bersama-sama dengan sepenuh hati menyembah Allah, tidaklah mudah. Karena dalam kenyataan sehari-hari, kita melihat bagaimana seorang ayah atau ibu yang setia hidup di dalam Tuhan. Saat teduh setiap hari, rajin berdoa dan melayani, tetapi hal itu hanya dilakukan sendiri tidak ditularkan atau diikuti oleh anggota keluarga yang lainnya. Bila hal ini terjadi, berarti ada yg harus diperbaiki. Dari sisi yang lain kita juga melihat bagaimana Raja Daud seorang yang berkenan kepada Allah  tapi tidak melakukan tindakan yang tegas dan adil dalam keluarganya terhadap masalah antar anak-anaknya sehingga menimbulkan kepahitan/luka batin bagi anaknya Absalom  yang kemudian membuat Absalom berbuat nekad (2 Sam 13).

       Keluarga memang institusi terkecil, tetapi dalam kenyataannya  untuk melakukan suatu perubahan terkadang lebih sulit dibandingkan dengan di tempat bekerja atau dilingkungan. Untuk menjadi teladan dalam keluarga yang akan berdampak bagi setidaknya lingkungan sekitar kita tidaklah gampang. Dan tidak bisa dikerjakan dalam waktu yang singkat. Tetapi sudah harus dimulai sejak kehidupan rumah tangga berjalan. Hal ini tentulah membutuhkan kesabaran, keuletan, semangat pantang menyerah dan keyakinan  yang teguh.
       Kenyataan yang kiita lihat dalam kehidupan sehari – hari. Ada orang yang berjabatan dalam kumpulan sosial kemasyarakatan seperti  Serikat Tolong Menolong (STM), kumpulan Marga, atau aktif dalam pelayanan di gereja atau pelayanan dengan menjadi anggota majelis atau pengurus kegiatan lainnya di gereja. Tetapi kehidupan keluarganya jauh dari hidup sebagai contoh/teladan bagi orang lain.

       Jangan lupa menjadi seorang pemimpin dimulai dari keluarga. Jikalau seorang Bapak  tidak bisa memimpin keluarganya sendiri (istri dan anak-anaknya) bagaimana mungkin bisa menjadi pemimpin yang baik di tempat lain. Ironis sekali bila Bapak atau Ibu sedemikian menggebu dan rajin sekali melayani dan memimpin orang tetapi hubungan sesama antar keluarga tidak sehat,  jauh secara hati. Yang walaupun dalam satu ikatan keluarga tetapi sibuk hanya mengurus diri dan kehidupan masing-masing, yg tidak ubahnya seperti anak kost dalam satu rumah. Hal sedemikian mebarik untuk kita amati, pelajari dan pahani, mengapa bisa sampai terjadi?
Mari kita kupas bersama :

  1. Keluarga membutuhkan teladan yang nyata bukan retorika.
    Diluar sana seseorang bisa *menjaga image* nya sedemikian baik.Tetapi di dalam keluarga tidak ada yang bisa kita *jaga* semua sikap, perkataan. perbuatan dan tindakan kita *tuntas* terlihat dengan nyata.
  2. Keluarga lebih melihat tindakan yang nyata daripada sekedar ucapan.
    Ucapan/kotbah yg sering kita sampaikan di pelayanan ataupun gereja ( sebagai pengurus jemaat) tidaklah lebih didengarkan dlm keluarga kita bila tidak disertai dengan perbuatan yang *selaras* dengan ucapan kita.
  3. Keluarga melihat apa adanya diri kita tanpa embel – embel apapun yg melekatkan pada kita di luar sana.
    Apakah itu Doktor, Direktur, Pendeta, Sintua dsb.
  4. Keluarga adalah cermin dari setiap kata dan komitmen yg kita sampaikan (keluar dari mulut kita)
  5. Keluarga adalah saksi nyata dari tondikan-tindakan kita.
  6. Keluarga adalah gambaran kita yang sebenarnya.
  7. Keluarga punya kedudukan yg sama pentingnya dengan pelayanan yang kita lalukan.

Tindakan nyata yang dapat dilakukan agar kita menjadi  teladan dalam keluarga

Bersaat teduh bersama, kebaktian keluarga yang rutin dan menyenangkan, berdoa syafaat bersama dengan waktu yang disediakan dengan rutin, rekreasi bersama, makan bersama (setidaknya sekali dalam sehari seisi rumah bertemu di meja makan), pergi ke gereja bersama seisi rumah  bila Kebaktian dilakukan off line) dsb. Hal ini seyogianya diwujudkan dan diperjuangkan sejak awal pernikahan, ketika anak-anak balita, usia sekolah, remaja ketika mereka dewasa dst.. Sehingga tidak ada menjauhkan gap (kesenjangan dan kerenggangan) diantara keluarga.

Sehingga mereka merasa bebas tanpa sekat untuk bercerita apa saja dengan tidak merasa sebagai orang yang tertuduh apalagi merasa dihakimi.

Kasih itu bukan hanya ucapan tapi yang terpenting adalah  perbuatan/tindakan dan pengorbanan.

Ada orang yang gagal menjadi teladan dalam keluarganya dan kemudian menutupinya dengan  membangun teladan semu di lingkungan sosial, gereja, ditempat bekerja, dst.

Hal-hal yang perlu kita hindari dalam hidup bersama dengan sesama yang akan berdampak bagi keluarga kita antara lain :

  1. Hindarilah sikap rajin mempercakapkan kelemahan orang lain. Atau suka mengoreksi orang lain sehingga lupa untuk mengoreksi diri sendiri dan melihat kelemahan diri.
  2. Janganlah menganggap diri lebih baik dari orang lain sehingga dengan gampangnya menghakimi orang lain.
  3. Apa yang kita lakukan bagi sesama kita pasti akan berdampak juga dalam kehidupan keluarga kita.